Film yang baru dirilis pada tanggal 3 Maret 2021 ini telah berhasil mendapat ulasan yang menarik, Common Sense Media memberi ulasan 4 dari 5. Netflix kembali lagi menyajikan film yang bertemakan women power setelah series To All The Boys I’ve Loved Before selesai. Film ini juga merupakan adaptasi dari novel bergenre young adults yang ditulis oleh Jennifer Mathieu.
Moxie dimulai dengan memperkenalkan karakter utamanya, Vivian, seorang wanita remaja yang menduduki tingkat SMA. Vivian adalah remaja yang sangat penurut dan tidak suka berbuat onar, berbeda sekali dengan ibunya yang dulunya adalah aktivis kampanye untuk meningkatkan kesenjangan sosial wanita pada umumnya. Namun, ada satu hari yang membuat Vivian bertanya-tanya akan siapa jati dirinya, dimulai dari 1 tugas essay yang harus ia selesaikan. Tentu, seperti film pada umumnya, Vivian tidak sendirian, ia ditemani oleh temannya Claudia yang merupakan imigran dari Asia. Mereka berdua tergolong sebagai murid yang introvert dan kurang suka bergaul dengan teman lainnya.
Baca Juga: Representasi Budaya Patriarki Dibalik Film Mulan
Kemudian ada seorang remaja wanita lainnya yang bernama Lucy yang sangat memperdulikan kesetaraan gender. Ia merasa sekolah sangat merendahkan kodrat wanita dan tidak mempedulikan jika ada laporan mengenai kekerasan seksual ataupun bullying terhadap kaum wanita. Mirisnya, sang kepala sekolah juga adalah wanita, tetapi ia tidak mendukung sesama kaumnya. Inilah pesan tersirat pertama yang bisa ditemukan dalam film Moxie ini. Wanita yang seharusnya bersatu dan saling mendukung, tetapi masih terpisah dan terkotak-kotakkan di masyarakat.
Melihat Lucy yang berjuang sendiri dan tidak digubris oleh kepala sekolah, Vivian merasa marah, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa sampai ia menemukan kotak yang berisikan kenangan ibunya selama menjadi aktivis. Ini membuat Vivian terdorong untuk melakukan gerakan wanitanya sendiri, yang kemudian ia namakan Moxie. Ia mulai membuat scrapbook yang berisikan bagaimana sebenarnya masalah di sekolah ini sangat menekan dan membatasi kaum wanita, tetapi tidak bagi kaum pria. Masalah seperti, etika berpakaian, yang mana wanita tidak boleh menggunakan tanktop tetapi pria tidak ditegur ketika menggunakan kaos tanpa lengan. Adapun masalah lainnya seperti adanya tingkatan yang dibuat oleh para pria mengenai wanita, dimulai dari Most Bangable, Biggest Ass dan lain sebagainya. Beberapa ini adalah masalah yang cukup serius, namun masih ada masalah kecil lainnya seperti kurangnya dukungan sekolah terhadap kelompok sepak bola wanita, padahal mereka memiliki anggota yang sangat bertalenta. Tetapi, sekolah memilih untuk mendukung kelompok sepak bola pria yang kurang memiliki skills. Seluruh masalah ini dituangkan dalam scrapbook yang dibuat oleh Vivian dan kemudian secara tidak sengaja tersebar di kalangan wanita.
Hal menarik kemudian muncul ketika para wanita remaja ini merespon terhadap adanya gerakan Moxie ini. Mereka menjadi lebih berani untuk mengekspresikan diri dan mereka sepakat untuk mengenakan tanktop ke sekolah sebagai wujud pergerakan dan dukungan terhadap sesama wanita. Lucy yang sangat antusias bersama dengan Kiera dan Amaya, anggota tim sepak bola wanita, serta Kaitlynn, remaja yang diusir pulang karena mengenakan tanktop dan juga CJ, wanita yang dilarang mengikuti audisi drama dengan peran perempuan karena ia adalah transgender. Kelompok ini kemudian menjadi sangat dekat satu sama lain, begitu juga dengan Vivian dan Claudia.
Bisa disimpulkan dari film Moxie ini bahwa emansipasi wanita masih sangat diperlukan di masyarakat, maka dari itu muncul film ini. Ada satu quote yang bisa kita petik dari Claudia, “Saya peduli. Tetapi, bolehkah saya mendukung kalian dengan cara saya sendiri?” Kita bisa petik pesan dari kalimat ini bahwa setiap wanita memiliki caranya sendiri untuk mendukung dan menguatkan satu sama lain, hanya karena cara itu berbeda dari yang biasanya dilakukan, bukan berarti ia tidak peduli.